Guru Ditarik Jadi PNS Pusat, IGI : Terima Kasih Pak Jokowi Guru Diselamatkan dari Incumbent Pilkada
Guru
Ditarik Jadi PNS Pusat, IGI: Terima Kasih Pak Jokowi Guru Diselamatkan dari
Incumbent Pilkada. Setelah mewacanakan pengapusan Ujian Nasional, pemerintah
berniat menarik semua guru menjadi pegawai negeri sipil (PNS) pusat.
Saat
ini, status ke-PNS-an guru masih dualisme. Guru taman kanak-kanak, SD sederajat
hingga SMP sederajat itu menjadi “milik” pemerintah kabupaten/kota. Guru
sekolah menangah atas (SMA) sederajat itu di bawah kewenangan pemerintah
provinsi (pemprov).
Presiden
Jokowi menggulirkan wacana menarik kewenangan tata kelola guru yang sekarang
berada di pemerintah daerah, dikembalikan lagi ke pemerintah pusat. Ikatan Guru
Indonesia (IGI) sangat berterima kasih kepada Presiden Jokowi ingin menarik
penanganan guru yang saat ini ada di daerah ke pemerintah pusat
"Penanganan
teknis, kebijakan ada di pemerintah pusat. Bisa saja nanti misalnya,
perhitungan kemendikbud seperti apa, guru ditarik lagi ke pusat. Bisa saja
dilakukan," ucap Jokowi di Karawang, Jawa Barat.
Hal
ini disampaikan Jokowi ketika bicara soal penanganan teknis penghapusan ujian
nasional (UN) dan diganti dengan asesmen kompetensi.
Di
mana selain siswa, penilaian juga dilakukan terhadap sekolah dan guru.
Ketua
IGI, M Ramli Rahim, mengatakan, persetujuan Ikatan Guru Indonesia sebenarnya
adalah wacana yang sudah cukup lama digulirkan oleh Ikatan Guru Indonesia.
Menurut
Ramli Rahim, pelibatan guru dalam politik praktis menjadi masalah utamanya dan
seringkali guru-guru kita harus menjalani hukuman yang sebenarnya dilakukan
oleh para pimpinan daerah tanpa dasar yang cukup.
Apalagi
jika dalam pilkada tersebut pimpinan daerah berposisi sebagai petahana.
“Selain
itu penanganan guru oleh daerah sangat beragam sehingga menimbulkan kesenjangan
antara guru di satu daerah dengan guru di daerah lain. Misalnya, kita
membandingkan antara pendapatan guru di DKI Jakarta yang seluruhnya sama dengan
upah minimum provinsi atau lebih dari itu dibanding dengan Kabupaten Maros yang
memberikan upah hanya Rp100.000 per bulan,” jelas Ramli Rahim
Ketimpangan
lain, lanjut Ramli Rahim, adalah penggantinya pemerintah daerah mengusulkan
PPPK ataupun formasi PNS karena ketidakseimbangan keuangan daerah.
Sehingga
yang menjadi korban adalah guru-guru kita yang harus dibayar murah oleh
pemerintah daerah.
Rekrutmen
guru yang dilakukan di daerah, dinilai Ramli Rahim, juga sangat tidak jelas.
Pemerintah
pusat melarang pengangkatan honorer, sementara di lapangan kebutuhan akan guru
sangat mendesak baik karena pensiun masuk ke struktural atau diangkat menjadi
kepala sekolah atau pengawas sekolah.
“Rekrutmen
guru sangat tidak jelas prosesnya sehingga kualitas terabaikan. Bahkan empat
kompetensi yang seharusnya dimiliki oleh guru sama sekali tidak terdeteksi
dalam proses rekrutmen guru di daerah-daerah,” kata Ramli Rahim.
“Pengangkatan
guru pun kadang sangat berlebihan meskipun semuanya berstatus non PNS terkadang
kebutuhan guru hanya 2 orang tapi yang diterima 5 orang. Bukan karena kebutuhan
sekolah, tetapi karena mengakomodir orang-orang penting daerah yang mengajukan
anak-anak mereka menjadi honorer di sekolah-sekolah.,” jelas Ramli Rahim menambahkan.
Masalah
lain pendidikan kita, menurut alumnus Fakultas Matematikan dan Ilmu Pengetahuan
Alam (MIPA) Universitas Hasanuddin (Unhas) itu adalah alokasi anggaran
pemerintah daerah terhadap pendidikan yang sangat minim.
Catatan
Ikatan Guru Indonesia, enam kabupaten/kota dan satu provinsi di Indonesia yang
menganggarkan APBD mereka di atas 20%.
“Karena
itu IGU sangat setuju jika kewenangan guru ditarik ke pusat sehingga tak lagi
terjadi saling menyalahkan antara pemda dan pemerintah pusat,” tegas Ramli
Rahim.
UN
Dihapus Duitnya Bisa Gaji Guru Honorer Rp 5 Juta/Bulan
Keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim, menghapus Ujian
Nasional (UN) disayangkan oleh sejumlah aktivis dan pemerhati pendidikan di
Sulsel.
Bukan
karena mereka “cinta ujian nasional”.
Mereka
menyayangkan keputusan Nadiem Makarim menghapus ujian nasional karena ditunda
setahun lagi. Ujian nasional baru dihapus pada 2021.
Sistem
ujian nasional yang berlaku saat ini tidak akan digunakan lagi pada 2021.
Ujian
seperti yang kita kenal sejak 2005 ini akan diganti dengan penilaian (asesmen)
kompetensi minimum dan survei karakter Pancasilais.
Ketua
Ikatan Guru Indonesia (IGI), M Ramli Rahim, menegaskan, pengapusan ujian
nasional sudah sangat terlambat jika menunggu 2021.
“Penghapusan
Ujian Nasional mulai tahun 2021 sesungguhnya sudah sangat terlambat. Ujian
nasional sudah seharusnya dihapuskan mulai tahun 2020 ini. Mengapa? Karena
ujian nasional selama ini lebih banyak mudharatnya dibanding manfaatnya bahkan
kita tidak menemukan manfaat sama sekali dari ujian nasional,” jelas Ramli
Rahim.
Menurut
Ramli Rahim, ujian nasional mengakibatkan siswa dan guru-guru kita lebih fokus
menghadapi ujian dibanding mempersiapkan kemampuan siswa.
Bagi
mereka, ujian nasional jauh lebih penting daripada bakat, kemampuan nalar,
kemampuan sosial dan kepribadian, serta kemampuan dasar siswa.
“Ujian
nasional selama ini hanya menghidupkan bimbingan bimbingan belajar dan dengan
demikian tes di sekolah-sekolah. Bimbingan-bimbingan ini tentu saja bukan
melatih siswa agar memiliki kemampuan nalar yang baik, bukan pula melatih siswa
memiliki kemampuan analisa yang tinggi,” jelas Ramli Rahim, alumnus Farmasi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alama (MIPA) Universitas Hasanuddin
(Unhas).
Pendiri
Bimbingan Belajar Ranu Prima College (RPC) itu mengatakan, bimbingan belajar
hanya melatih siswa lebih pada kemampuan menjawab soal UN dengan benar tanpa
harus memahami isi soalnya.
Dan
karena itu kemudian ujian nasional ini justru berpartisipasi terhadap rendahnya
kemampuan literasi, kemampuan matematika, dan kemampuan sains anak didik kita
karena fokusnya bagaimana mendapatkan jawaban yang benar, maka cara-cara
praktis ditempuh dan ini mengakibatkan kemampuan siswa jauh menurun.
Di
sisi lain, lanjut Ramli Rahim, ujian nasional membutuhkan anggaran yang begitu
besar, meskipun tidak lagi menggunakan kertas.
Tahun
2019 Kemendikbud masih menganggarkan Rp 210 miliar untuk ujian nasional.
Andai
saja Rp 210 miliar ini digunakan untuk pengangkatan guru, pemerintah akan mampu
mengangkat 3.500 guru dengan pendapatan rata-rata Rp.5.000.000 per bulan.
“Dan
jangan menyangka bahwa anggaran yang digunakan untuk ujian nasional hanya
berasal dari anggaran kemendikbud. Bisa dibayangkan, berapa banyak uang yang
dikeluarkan oleh orangtua siswa untuk mempersiapkan anaknya menghadapi ujian
nasional yang tidak banyak berguna itu,” kata Ramli Rahim.
Biaya
lain yang dihitung Ramli Rahim adalah pengeluaran orangtua menjelang ujian
nasional hingga pelaksanaan ujian nasional.
Biaya
dimaksud, mulai dari bimbingan belajar, membeli buku paket belajar, kemudian
biaya transportasi ke bimbingan belajar, serta paket data untuk belajar online.
“Dan
sekali lagi, dana itu digunakan bukan untuk membangun kecerdasan dan daya nalar,
tapi lebih pada upaya mendapatkan nilai yang baik meskipun dengan cara yang
sangat opportunist. Jika dikatakan bahwa ujian nasional ini adalah untuk
pemetaan pendidikan Indonesia, kita pun tidak menemukan adanya tindak lanjut
dari pemerintah terhadap nilai ujian nasional ini,” jelas Ramli Rahim.
Celakanya,
Ramli Rahim mengaku tidak menemukan adanya upaya pemerintah untuk
mengintervensi daerah-daerah yang nilai ujian nasionalnya paling rendah sebagai
bentuk perhatian pemerintah terhadap keterbelakangan pendidikan.
Ini
semakin menampakkan bahwa ujian nasional ini tidak dibutuhkan sama sekali.
“Kami
yakin, penghapusan UN tidak akan berdampak pada siswa, apalagi guru. Paling
yang terdampak terhadap penghapusan ujian nasional ini adalah para pelaku
bimbingan belajar, percetakan buku saku, dan para pemain proyek di balik ujian
nasional. Ingat, anggaran sekali ujian nasional mencapai ratusan miliar
rupiah,” kata Ramli Rahim.
Selain
itu, ujian nasional tidak punya dampak apapun karena itu memang harus diubah.
Salah
satu yang diusulkan Ikatan Guru Indonesia adalah sistem portofolio, dimana
catatan siswa tersimpan sejak mulai pertama kali masuk sekolah sampai kemudian
tamat.
“Dari
catatan itu dapat terlihat dengan jelas bakat minat dan kemampuan siswa serta
pencapaian mereka mulai dari sejak pertama masuk sekolah hingga mereka
menamatkan pendidikannya. Khusus untuk pemetaan kebutuhan pemerintah terhadap
dunia pendidikan, hal ini bisa dilakukan tanpa harus melibatkan seluruh siswa,”
jelas Ramli Rahim.
Menurutnya,
cukup menggunakan sampel dan data statistik yang sangat baik Insya Allah
hasilnya akan tetap baik dan terlihat dengan data statistik yang baik.
Ikatan
Guru Indonesia terus mendorong pemerintah agar kegiatan-kegiatan yang tidak
banyak bermanfaat terhadap siswa dihapuskan dan digunakan untuk pengangkatan
guru.
Sekadar
informasi bahwa 52% guru kita di Indonesia statusnya sudah tidak jelas
pendapatannya tidak jelas dan karir mereka juga tidak jelas karena itu
pemerintah Seharusnya lebih fokus untuk mencukupkan guru di seluruh Indonesia
dibanding sibuk dengan ujian nasional atau hal-hal yang tidak diperlukan oleh
anak didik kita.
Sumber
: tribunnews.com
0 Response to "Guru Ditarik Jadi PNS Pusat, IGI : Terima Kasih Pak Jokowi Guru Diselamatkan dari Incumbent Pilkada"