Mendikbud: Sistem Zonasi Jadi Landasan Wajib Belajar 12 Tahun
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Mendikbud) Muhadjir Effendy optimistis dengan sistem zonasi, target wajib
belajar 12 tahun akan lebih mudah dicapai. Mendatang, sekolah bersama aparat
daerah dapat lebih aktif mendorong anak-anak usia sekolah untuk belajar di
sekolah atau pendidikan kesetaraan.
"Kita balik, kalau dulu sekolah menunggu siswa datang mendaftarkan diri.
Mulai tahun depan, sekolah aktif mendatangi keluarga-keluarga yang memiliki
anak usia sekolah untuk masuk sekolah, bersama aparat daerah. Yang tidak mau di
sekolah, harus dicarikan alternatif yaitu di pendidikan kesetaraan. Sehingga
tidak boleh lagi anak usia wajib belajar 12 tahun yang tidak belajar,"
diungkapkan Mendikbud dalam Rapat Koordinasi Pengembangan Zonasi untuk
Pemerataan Kualitas Pendidikan Tahun 2018 Region III, di Medan, Sumatera Utara,
Sabtu (22/9).
Dengan sistem zonasi, penerimaan siswa baru diyakini dapat berjalan lebih baik
dan mencerminkan keberadilan. Melalui zona-zona yang ada, peta guru dan sarana
prasarana pendidikan menjadi lebih jelas, sehingga memudahkan dalam penanganan
permasalahan. Menurut Mendikbud, jika sebelumnya, populasi sumber daya unggulan
terkonsentrasi pada sekolah-sekolah tertentu yang dianggap berkualitas atau
favorit, maka ke depan semua sekolah akan didorong memiliki kualitas yang baik.
Penerapan sistem zonasi untuk pemerataan pendidikan yang berkualitas diharapkan
dapat mengatasi persoalan ketimpangan di masyarakat. Selain itu, sistem zonasi
juga menjadi langkah strategis dalam penerapan pendidikan karakter.
Ekosistem pendidikan, menurut Muhadjir, sangat penting bagi penerapan
pendidikan karakter. Dicontohkannya, saat jarak sekolah dekat dengan tempat
tinggal, kemudian siswa jenjang pendidikan dasar bisa berjalan kaki ke sekolah.
Dalam proses berjalan ke sekolah itu, siswa bisa belajar etiket warga negara.
Orang tua dan masyarakat sekitar ikut teribat dalam pendidikan karakter.
"Zonasi ini adalah terjemahan operasional dari ekosistem pendidikan yang
dimaksud dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional itu," tutur
Mendikbud di depan peserta rakor.
Tercatat sekitar empat ribu zona di berbagai wilayah yang menjadi panduan bagi
pemerintah baik pusat dan daerah dalam pengambilan kebijakan pendidikan. Zona
yang disiapkan Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan (PDSPK)
dibahas bersama dengan pemerintah daerah agar lebih sesuai dengan kondisi di
lapangan. Adapun informasi terkait zona tersebut dapat dilihat publik melalui
laman http://zonamutu.data.kemdikbud.go.id
Pendekatan revitalisasi sekolah
Manajemen berbasis sekolah, menurut Mendikbud, menjadi pendekatan untuk
memperbaiki pendidikan nasional. Sekolah harus mampu mengintegrasikan berbagai
lingkungan belajar siswa. "Seluruh kegiatan belajar siswa, baik di dalam
sekolah, di masyarakat, maupun di dalam keluarga harus dimanajemeni oleh
sekolah. Artinya, ada perencanaan, pelaksanaan, evaluasi oleh sekolah. Jangan
sampai sekolah tidak tahu apa saja yang dipelajari anak," kata mantan
Rektor Universitas Muhammadiyah Malang ini.
Kemudian, guru hendaknya dapat mendorong dan memfasilitasi cara belajar siswa
aktif yang merupakan amanat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional.
Dicontohkannya, pelaksanaan pembelajaran jangan terlalu kaku dan terpaku pada
silabus. "Yang penting itu membangkitkan rasa penasaran siswa. Itu 'kan
bagian dari upaya kita mendorong kemampuan berpikir kritis," katanya.
Selain itu, sekolah harus mampu mengembangkan kurikulum berbasis luas. Intinya
memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar, dan individualisasi siswa.
"Setiap siswa harus diberi keleluasaan untuk berkembang sesuai jati
dirinya," pesan Mendikbud.
Bagi Mendikbud, kunci perbaikan kualitas pembelajaran siswa adalah para guru.
Terkait kekurangan guru sekolah, pemerintah secara bertahap melakukan rekrutmen
guru baru. Baik sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun Pegawai Pemerintah
dengan Perjanjian Kerja (PPPPK).
Kemendikbud bekerja sama dengan pemerintah daerah mendorong penguatan peran
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) dan Musyawarah Kerja Kepala Sekolah
(MKKS). Melalui sistem zonasi, pembinaan guru-guru tidak lagi terpaku pada batasan
administratif antarbirokrasi. Namun, pengembangan antarsesama kolega.
"Mestinya guru yang bersertifikat profesional membina guru-guru yang belum
bersertifikat atau guru honorer. Itu nanti jadi bagian dari beban
kerjanya," ujar Muhadjir.
Sumber : kemdikbud.go.id
0 Response to "Mendikbud: Sistem Zonasi Jadi Landasan Wajib Belajar 12 Tahun"