Diperlukan Sensus untuk Mendata dengan Pasti Jumlah Guru Honorer


Taklimat media tentang Kebijakan dan Program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan diadakan di Graha 1, Gedung A Lantai 2, Kemendikbud, Senayan, Jakarta pada Kamis siang (17/10/2019). Dalam kesempatan tersebut Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK), Supriano mengungkapkan beraneka ragamnya kondisi ekonomi guru honorer di masing-masing daerah. Supriano mencontohkan guru honorer di Papua ada yang dibayar Rp 5.500.000 dikarenakan adanya dana otonomi khusus. Sementara di daerah lain ada yang digaji Rp 3.500.000 serta Rp 150.000

“Artinya guru honorer macam-macam. Kita menghargai para guru honorer yang telah membantu proses pembelajaran, walaupun dengan keadaan kondisi berbeda-beda di tiap daerah,” kata Supriano.

Pihak Kemendikbud sendiri tengah mengupayakan untuk mendata secara akurat mengenai jumlah pasti guru honorer. 

“Ada guru honorer yang diangkat setelah 2005 sampai sekarang, itulah ketemu angkanya kalau ditambahkan K2 dan guru honorer baru, dari dapodik cut off 2017 jumlahnya 735.825. Diperintahkan lagi oleh Pak Menteri untuk sensus ternyata dari 735.825 kita sensus ke lapangan, yang tidak ada gurunya, hanya nama hampir sekitar 32.000. Jadi sebenarnya kita sudah berupaya terus mendorong,” tutur Supriano.

Dirjen GTK Supriano pun meminta pihak kepala sekolah dan dinas pendidikan untuk melakukan moratorium terhadap pengangkatan guru honorer baru.

“Itulah yang kita kunci dari 735.000 itu, tetapi kita ambil lagi dapodik cut off dateDesember 2018 ada kenaikan lagi guru honorer 41.000. Ini kan artinya yang kita minta kedisiplinan untuk pengangkatan guru honorer,” ungkap Supriano.

Maka diperlukan penyempurnaan data guru honorer dilakukan melalui sensus.

“Ada yang mengajar cuma 2 jam itu dimasukkan guru honorer, ini terjadi. Kami sedang menyempurnakan datanya. Yang 32.000 sudah kita keluarkan namanya. Karena itu hasil sensus. Tetapi selama 14 bulan kita menghapus 32.000 itu karena tidak ada orangnya, tapi ada tambahan 41.000,” beber Supriano.

“Ini kita mau sensus lagi. Memang perlu turun ke lapangan, ke sekolah. Jangan sampai guru honorer sebanyak itu, tetapi kenyataannya tidak ada. Memang harus ada kerja sama dengan dinas pendidikan, sekolah untuk melihat itu. Ini terbukti dari 32.000 itu. Mungkin, maaf orangnya sudah meninggal, pindah, berkeluarga ikut suami, tetapi datanya belum dihapus. Bisa saja itu terjadi kemungkinan,” tambahnya.

Untuk melakukan pendataan komprehensif ini kerja sama dengan sekolah dan dinas pendidikan di daerah diperlukan.

“Yang kita unduh dapodik, cut off date-nya setiap Desember. 735.825 itu cut off date-nya Desember 2017, kemarin kita mengunduh lagi dapodik ada penambahan sekitar 41 ribu. Kita harus kerja sama dengan sekolah, database-nya ini. Kita minta sekolah untuk benar-benar melakukan moratorium dulu, memanfaatkan guru yang sudah ada untuk memenuhi kekurangan,” jelas Dirjen GTK, Supriano.

“Pengangkatan guru sekarang kan hanya ada dua jalur, jalur CPNS, P3K. Ini kan guru honorer ada 2, yang mengangkat bupati atau kepala dinas, ada pula yang diangkat oleh kepala sekolah. Kami ketemu guru honorer, SK-nya dari siapa? Kepala sekolah. BOS itu kan sebenarnya gajinya hanya boleh untuk guru honorer yang diangkat PPK, bupati, walikota. Ini yang harus ditertibkan,” imbuh Supriano. Sumber : https://gtk.kemdikbud.go.id

0 Response to "Diperlukan Sensus untuk Mendata dengan Pasti Jumlah Guru Honorer"