AN Tidak Menimbulkan Konsekuensi bagi Individu Siswa, Guru, maupun Kepala Sekolah
Menteri Pendidikan, Kebudayaan,
Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim menegaskan kembali
bahwa Asesmen Nasional (AN) tidak menimbulkan konsekuensi apapun bagi individu
siswa, guru, maupun kepala sekolah.
“Sudah disampaikan berkali-kali bahwa AN tidak menimbulkan
konsekuensi terhadap inidividu siwa, guru, maupun kepala sekolah. Tidak ada
konsekuensi juga ke anggaran untuk sekolah, maupun ke lulusan. Bahkan data
tidak akan dipresentasi sebagai individu, melainkan agregasi sekolah,” ucap
Mendikbudristek dalam Rapat Kerja Komisi X DPR RI yang berlangsung secara
luring dan daring pada Senin (23/8).
Menurutnya, kekhawatiran yang muncul di masyarakat
dikarenakan selama bertahun-tahun Ujian Nasional (UN) telah terkondisikan
sebagai sesuatu yang menakutkan. Bahkan, ada ancaman bagi yang nilai UN-nya
rendah kepala sekolah bisa dimutasi. “Persepsi ini yang harus dibasmi, AN tidak
membebani individu seperti UN,” tegas Nadiem seraya meminta bantuan Komisi X
DPR untuk menjelaskan ke daerah pemilihannya (dapil) masing-masing.
Lebih lanjut, dijelaskan Kepala Badan Penelitian dan
Pengembangan (Balitbang) dan Perbukuan, Kemendikbudristek, Anindito Aditomo, AN
bertujuan untuk mendorong perubahan positif dalam cara guru mengajar, cara
kepala sekolah memimpin pembelajaran di sekolahnya, dalam pengawasan sekolah
dan dalam cara pemerintah daerah (pemda) melakukan evaluasi diri dalam
penganggaran agar lebih berorientasi pada kualitas pembelajaran. “Jadi, tujuan
AN itu sebenarnya memantik perubahan. AN merupakan evaluasi terhadap sistim
pendidikan,” tekannya.
Urgensi AN Tetap Berlangsung di Tengah Pandemi pada Wilayah
PPKM Level 1-3
Pada rapat kerja dengan Komisi X DPR RI, Mendikbudristek
menjelaskan pentingnya AN tetap diadakan di tengah pandemi seperti saat ini.
Menurutnya, pemetaan mutu pendidikan sangat penting untuk segera dilakukan agar
secepatnya, Kemendikbudristek mengetahui sejauh ketertinggalan dunia pendidikan
kita akibat Covid-19. Sebab, saat ini sangat dibutuhkan analisa data terkait
learning loss yang terjadi.
“Justru dengan adanya pandemi, AN menjadi jauh lebih penting
untuk mengetahui seberapa besar ketertinggalan kita, mencakup apa saja dan di
mana saja. Dengan AN juga kita mengetahui daerah dan sekolah yang paling
membutuhkan bantuan,” ucapnya.
Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, My Esti
Wijayanti menyampaikan dukungannya terhadap pelaksanaan AN. “Menurut saya, AN
adalah hal penting yang harus dilakukan oleh Kemendikbudristek untuk mencari
tahu gambaran sesungguhnya sekolah dan siswa kita seperti apa dan untuk
merencanakan kebijakan selanjutnya,” pungkas dia.
Menambahkan, Kepala Balitbang dan Perbukuan mengatakan
pihaknya berencana melakukan AN di daerah yang sudah diperbolehkan melakukan
PTM secara terbatas. Dampak yang bervariasi akibat pandemi juga dinilai
mendorong perlunya untuk melakukan pemetaan yang lebih menyeluruh. Dengan
demikian, Kemendikbudristek dapat segera merancang program dan intervensi yang
lebih terarah.
Studi RISE di Bukittinggi menemukan fakta menggembirakan
bahwa kemajuan pembelajaran di tahun 2020, yakni setelah adanya pendemi dan
berlangsungnya PJJ, justru sedikit lebih tinggi dari pada kemajuan pembelajaran
di tahun 2019. Kesimpulan ini menunjukkan, learning loss bukanlah keniscayaan,
melainkan sesuatu yang bisa diantisipasi dan dimitigasi.
“Hasil AN membuat kita bisa lebih memprioritaskan sekolah dan
daerah yang paling membutuhkan bantuan. Sebagai contoh dengan data AN, program
Kampus Mengajar yang mengirimkan relawan mahasiswa untuk mengajar, akan bisa
lebih terarah dan bantuannya dapat diarahkan ke sekolah-sekolah yang paling
tertinggal yang paling perlu dibantu untuk mengejar ketertinggalan pembelajaran
mereka,” terangnya.
Pelaksanaan AN tahun ini berlangsung adaptif dan fleksibel
sesuai dengan situasi pendemi di berbagai daerah. Dalam menyelenggarakan AN,
Kemendikbudristek mengikuti kebijakan makro pemerintah tentang Perlakuan
Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). “AN hanya akan dilakukan jika di daerah
itu sudah boleh Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Terbatas. Kalau daerah sudah
boleh PTM Terbatas, secara logis seharusnya melakukan AN juga,” kata Anindito.
Adapun protokol kesehatan yang berlaku pada pelaksanaan AN
sejalan dengan PTM terbatas, yakni berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB)
Empat Menteri. Kemendikbudristek meminta satuan pendidikan untuk menyampaikan
informasi dan tujuan pelaksanaan AN ini kepada orang tua secara komprehensif
bagi yang anaknya terpilih menjadi peserta. Sedangkan bagi wilayah yang belum bisa
melaksanakan AN tahun ini akan diagendakan pada Februari, Maret, dan April
tahun 2022.
Kepala Balitbang dan Perbukuan mengatakan, peserta didik akan
dipilih secara acak dari pusat agar mewakili populiasi siswa di sekolah
tersebut dan mereka yang terpilih diharapkan mengikuti AN sesuai jadwal yang
akan disampaikan secara detil lebih lanjut.
Jika peserta didik terpilih menjadi peserta AN namun
sakit/bergejala seperti Covid-19, memiliki penyakit komorbid, atau tidak bisa
melakukan perjalanan ke sekolah dengan aman, maka mereka bisa digantikan oleh
peseta didik lain yang menjadi cadangan.
Pemerintah daerah bertugas berkoordinasi dengan satuan
pendidikan dalam pelaksanaan gladi bersih dan hari-H. Pemda juga melakukan
pelatihan proktor untuk setiap satuan pendidikan di masing-masing provinsi dan
kota/kabupaten. “Satuan pendidikan perlu berkoordinasi dengan pemda dan
mengalokasikan dana BOS-nya untuk keperluan pelaksanaan AN, khususnya di
wilayah yang sudah memungkinkan untuk menyelenggarakannya secara berjenjang,”
urai Kabalitbang dan Perbukuan.
Evaluasi yang ‘Apa Adanya’, AN Tidak Perlu Persiapan Khusus
Dijelaskan Kabalitbang dan Perbukuan, jika ada yang perlu
disiapkan terkait AN, maka satu-satunya adalah melakukan persiapan teknis yang
dilakukan oleh proktor, pengawas, dan dinas pendidikan. Bukan oleh guru dan
murid yang berlomba-lomba untuk meningkatkan skornya. “Tidak ada keperluan sama
sekali untuk menyiapkan diri supaya skornya bagus,” tegasnya.
Mendikbudristek bahkan mendengar laporan bahwa ada satuan
pendidikan yang meminta muridnya membeli laptop untuk latihan Asesmen
Kompetensi Minimum (AKM) yang merupakan salah satu bagian dari AN. Menurutnya,
persepsi ini salah karena kebutuhan laptop tidak diperlukan mengingat AN
merupakan pemetaan untuk melihat tren evaluasi pembelajaran dalam kurun waktu
tertentu.
Menteri Nadiem mengatakan, “Untuk meningkatkan AKM dalam hal
literasi, peserta AN sebaiknya membaca buku, koran, majalah sebanyak-banyaknya.
Sedangkan untuk meningkatkan kompetensi numerasi, tidak ada jalan pintas selain
meningkatkan kemampuan berpikir kritis murid-murid secara sistematis. itu semua
butuh proses dan memang tidak dapat dibimbelkan,” ungkapnya.
Kepala Balitbang dan Perbukuan Anindito mengatakan,
Kemendikbudristek telah menyediakan informasi melalui laman
https://pusmenjar.kemdikbud.go.id. Tercatat, laman ini sudah diakses hingga 18
juta akses unik. Melalui laman tersebut, siswa, guru orang tua bisa mencoba
soal-soal AKM baik literasi maupun numerasi. Ada lebih dari 500 soal yang disediakan
untuk publik. Selain itu juga ada buku saku, tanya jawab, video pembelajaran,
dan video mengenai protokol kesehatan.
“Semua informasi ada di laman Pusmenjar sehingga siswa tidak
perlu ikut bimbel. Kalau sekadar ingin melihat contoh soal dan mengalami atau
mencoba sendiri, di laman ini sudah kita sediakan secara gratis. Ini mengurangi
sumber daya tambahan untuk mempersiapkan AN,” terang Anindito.
Dari perspektif guru dan kepala seolah, AN justru mengurangi
beban administrastif karena AN mengintegrasikan berbagai program pendataan yang
sebelum ini kurang terintegrasi dan cenderung bersifat administratif. Sebelum
AN, guru dan kepsek harus mengisi berbagai borang pendataan dari pihak yang
berbeda-beda. Misalnya borang evaluasi diri dari LPMP, borang UN dari
Balitbang, dan borang akreditasi dari BAN S/M.
“Dengan AN ketiga borang ini terintegrasi. Baik sekolah,
guru, tidak perlu mengisi tiga kali. Hanya perlu mengisi satu kali saja yaitu
kuesioner AN. Harapannya ini menjadi pengurangan beban administratif sehingga
guru dan kepala sekolah punya lebih banyak waktu untuk fokus kepada
pembelajaran,” katanya.
Penyampaian Hasil AN Disampaikan Secara Terbatas dan Positif
Pelaksanaan AN memerlukan kolaborasi menyeluruh baik dengan
pemda maupun satuan pendidikan. Kemendikbudristek selain melakukan sosialisasi
sampai ke tingkat daerah juga bertugas menyiapkan instrumen, sistem
pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, analisis, serta pelaporan hasil.
Kabalitbang dan Perbukuan menyebut, nantinya akan ada helpdesk tim teknis yang
berjenjang mulai dari tingkat II, tingkat I sampai di pusat, serta posko AN
yang disiapkan untuk mempermudah masyarakat melaksanakan AN.
Selanjutnya, hasil AN akan disampaikan melalui platform yang
saat ini tengah dirancang Kemendikbudristek yang diberi nama platform Rapor
Pendidikan. Wadah ini akan memudahkan kepala sekolah dan dinas pendidikan untuk
memahami dan mencerna hasil AN serta berbagai data lainnya. “Sekali lagi nanti
di rapor itu tidak ada skor murid, skor guru, maupun kepala sekolah secara
individu karena tujuannya mendorong refleksi dan evaluasi diri,” terang
Kabalitbang.
Untuk mengurangi tekanan terhadap hasil AN, skor sekolah
hanya bisa dilihat oleh sekolahnya masing-masing dan dinas pendidikan yang
menaunginya. Kepala sekolah lain tidak bisa melihat skor sekolah lain. Hasil
yang ditampilkan akan menghindari ranking dan pelabelan negatif bagi sekolah.
“Kami sangat menyadari keberhasilan AN untuk memantik
perubahan itu tergantung pada cara mengkomunikasikan hasilnya juga. Kalau ada
pelabelan-pelabelan negatif, orang tentu akan defensif dan tidak akan mau
melakukan refleksi maupun perbaikan diri. Jadi tim saat ini sedang merancang
cara menyampaikan dan mengkomunikasi hasil ini dengan seefektif dan sebaik
mungkin kepada kepala sekolah dan dinas pendidikan,” jelasnya.
Sumber : kemdikbud.go.id
0 Response to "AN Tidak Menimbulkan Konsekuensi bagi Individu Siswa, Guru, maupun Kepala Sekolah"